Monday, April 30, 2012

Puisi Sepi

Sewaktu kemarin aku sedang mengarang puisi, aku tiba-tiba teringat akan pengalaman sederhanaku yang kurang lebih terjadi sudah sekitar lima bulan lalu.
Ini mengenai acara The 3rd Jababeka International Cultural Festival yang diadakan di Hollywood Plaza - Jababeka Center pada tanggal 19 November 2011.



Saat itu, acaranya bagaikan ajang kesenian di mana setiap sekolah dari berbagai tempat memberikan perwakilannya untuk menampilkan kesenian apapun. Sedangkan perwakilan dari sekolahku menampilkan seni drama musikalisasi puisi. Aku merupakan salah satu perwakilannya yang tergabung dalam tim drama, sisanya ada yang masuk tim vokal dan tim orkestra.

Dramanya diawali dengan tim vokal yang menyanyi diiringi oleh tim orkestra. Lagu yang mereka nyanyikan adalah puisi Hujan Bulan Juni oleh Sapardi Djoko Damono.



Kemudian sembari begitu, muncul salah satu temanku. Dia juga bagian dari tim drama. Ia berjalan sambil membawa bunga mawar seolah-olah menunggu seseorang.



Ia menunggu dan menunggu. Tapi orang yang ditunggunya tidak kunjung datang. Akhirnya ia kecewa dan pergi. Namun ketika pergi, ia meninggalkan bunga mawarnya di tanah, bersama dengan sepucuk surat yang menyelimutinya.

Tak lama kemudian setelah ia pergi, muncul seorang gadis. Ya, benar. Peran gadis itu adalah aku. Aku muncul dengan gaun hitam seolah-olah aku telah kehilangan seseorang yang dinantinya.

Aku muncul dalam diam. Aku melihat kesana dan kemari namun tidak menemukan siapa-siapa.

Akhirnya aku melantunkan sebuah puisi yang berjudul Puisi Sepi.


Bisikku pada bulan
Kembalikan...
Temanku,
Kekasihku,
Syurgaku...

Tanpa dia,
Malam...
Menemani aku

Sepi...
Memelukku

Ini mungkin terdengar sederhana. Tapi kalau melantunkannya sambil dihayati, akan terdengar sangat sedih.
Selain itu, ditengah-tengah puisiku, temanku dari tim vokal datang sambil bernyanyi mengiringi puisiku.

 

Bulan jangan biar siang
Biar alam ini kelam
Biar ia sepi,
Sepertiku...

Ditambah dengan lagu iringan yang satu ini, sejujurnya aku sudah hampir menangis di atas panggung. Tapi itu belum saatnya.



Ini masih belum selesai. Setelah temanku dari tim vokal itu pergi ke belakang panggung, aku kaget begitu menemukan setangkai bunga mawar yang dililit oleh sepucuk surat. Aku membukanya dan kaget.



Di dalam surat itu sebenarnya tidak ada apa-apa. Hanya saja aku harus memberikan gesture seolah-olah di dalamnya berisi kata-kata yang menyayat hatiku (lebay ya? Memang, namanya juga puitis).

Sembari aku membaca, dia datang. Namun dalam adegan ini, ia datang bukan sebagai "dia" melainkan seperti narator yang berusaha membacakan isi dari surat itu.



Di sisi paling kiri kalian juga bisa lihat temanku yang merupakan salah satu tim vokal yang sempat mengiringiku tadi. Ya, benar. Sekali lagi sebagai penutup dia juga mengiringi kami dengan lagu Avril Lavigne yaitu When You're Gone.

Puisi terakhir ini diambil dari movie Heart 2 Heart, dari Pandu untuk Indah.

 

Kita ibarat dua tetes air
Yang bertemu di tengah laut kehidupan
Kadang hujan nyaris memisahkan kita
Tapi pada cinta kita berpegang

Namun kini...
Angin yang lembut
Telah datang membawaku

Kuberikan mataku
Agar kau bisa melihat
Bagaimana cinta menjagamu

Sampai nanti kita bertemu lagi
Sebagai dua bintang di angkasa

Ya, dan begitulah cerita drama ini pada akhirnya. Menyedihkan.
Terima kasih sudah membaca :)

No comments:

Post a Comment