Saturday, February 12, 2022

Biru dan Ungu

Selama ini aku selalu percaya bahwa segala hal besar yang terjadi bermula dari sebuah pilihan yang besar pula, seperti ke mana kita memilih untuk tinggal, kampus apa yang kita putuskan untuk menghabiskan empat tahun perkuliahan, dan kepada siapa kita ingin menghabiskan sisa hidup kita ke depannya. Dahulu aku menganggap pilihan kecil hanya untuk kesenangan kecil, dan sedikit kecerobohan hanya berakibat pada penyesalan yang sebentar. Aku memutuskan untuk berbelanja hari ini mungkin hanya untuk kelangsungan hidup sampai satu minggu ke depan, tidak akan aku berpikir hal ini akan berpengaruh sampai bulan-bulan sesudahnya. Semua itu aku yakini hingga 23 tahun 5 bulan 10 hari.

Lalu suatu hari, sebuah pilihan menghampiri. Ketika hendak memutuskan, aku hanya dipisahkan oleh jawaban ya dan tidak. Meski tidak ada hal yang memberatkan pilihan 'tidak', pilihan 'ya' tidak memiliki alasan yang kuat pula. Bagiku saat itu, memilih salah satu di antaranya tidak memiliki perbedaan yang berarti. Namun beruntungnya 'ya' saat itu terpilih hanya karena aku ingin bertemu cinta lama-ku. Aku sudah memiliki firasat bahwa saat bertemu lagi, tidak ada perasaan geli yang akan terjadi. Aku hanya ingin memastikan, laki-laki baik yang pernah aku cintai ini dalam kondisi baik-baik saja, dan semoga ia bahagia dengan apa pun yang dimilikinya saat ini.

Kamu, cintaku, tidak pernah ada dalam bayangan. Bahkan bisa dikatakan, aku tidak tahu kamu akan hadir saat itu. Dan jika pun kamu hadir, mungkin seperti hari-hari sebelumnya, aku tidak akan menyadari. Tapi kadang di suatu masa, dunia bekerja atas izin Tuhan secara ajaib. Saat itulah aku menyadari bahwa pilihan kecil yang aku putuskan ini ternyata berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidupku ke depannya. Ketika aku memilih 'ya' dan benar-benar pergi hari itu, hanya cinta lama-ku yang aku pedulikan. Namun ketika aku kembali pulang, di perjalanan hanya kamu yang aku pikirkan. Cerita yang kamu paparkan, tertawamu yang aneh, suara yang tidak biasanya, dan tatapan yang entah kenapa menyebabkan aku sulit bernapas.

Aku masih mengingat baju hitam yang kamu kenakan hari itu, dan bagaimana tas besar yang kamu bawa menyita perhatian. Mungkin kamu tidak mengingatnya, tapi aku tidak pernah lupa bagaimana kita jalan bersebelahan, dan entah bagaimana aku memutuskan untuk memilih kursi di hadapanmu saat kita makan malam. Aku yakin kamu tidak sadar bahwa aku tidak berhenti mengamati sejak saat itu. Hingga saat kamu turut serta mengantar aku pulang, aku mulai merasakan sesuatu yang sudah lama tidak aku rasakan: perasaan hangat dan bahagia. Saat kamu tidak mengizinkan aku untuk menyeberang dan kamu meminta temanku untuk memutar agar aku sampai tepat di depan stasiun, di saat itulah aku tahu kamu akan menjadi orang berikutnya. Dan saat kamu mengajak untuk bertemu di pekan depannya, aku tahu sesuatu akan berkembang di dalam hatiku.

Kamu bagaikan pasang dan surut yang sering kulihat di laut dekat tempat tinggal masa kecil dahulu. Aku tidak bisa menebak dirimu, tidak bisa pula membayangkan kita akan menjadi apa. Kamu tidak datang hari itu, dan aku yakin kamu mengingat kejadian satu ini. Aku sempat berpikir bahwa perjalanan sesudah ini mungkin tidak akan berlangsung lama. Mungkin perasaan hangat dan bahagia itu ditakdirkan untuk berlangsung sebentar saja, seperti libur musim panas. Lalu, aku berpisah denganmu.

Sekali lagi, semua asumsi yang aku bangun, semua pemikiran tentang kehidupan, seperti dibantah oleh kehadiranmu lagi di November-ku. Aku tidak pernah menyukai November meski itu adalah bulan lahir-ku, namun November yang ini terasa berbeda karena kamu kembali. Hal yang tidak aku percaya adalah kamu memutuskan berdiri di samping diriku, dan kamu meminta maaf atas kesalahan yang sudah aku lupakan. Aku masih berusaha menahan diri, karena aku tidak yakin bahwa kita dapat menjadi sesuatu. Aku menegaskan dalam diriku bahwa kamu hanyalah teman. Namun malamnya saat aku hendak pulang, kamu mengajak untuk bertemu lagi di pekan setelahnya. Saat itulah, segala usaha yang aku perbuat agar tidak jatuh cinta padamu sia-sia. Ya, malam itu aku sudah mencintaimu lagi.


No comments:

Post a Comment